Thursday, March 10, 2022

SEMBURAT 2

BAB II: Puspita Ayu Nirmala



 Jam menunjukan pukul lima sore, langit jingga menyala di ufuk barat. Yoga masih pada posisi semula, duduk menatap kosong menikmati senja yang anggun.

Tembok bercat putih tak luput dari lumatan cahaya sore itu.
Terdengar anak-anak membaca Al-Qur'an dengan pengeras suara saling bersahutan di mushola sekitar, menambah atmosfir desa amat terasa kental dan menyejukan hati.
Sesekali lalu-lalang motor memecah keheningan. Burung-burungpun seperti ikut terlena dalam suasana keindahan, bergilir menyanyi dari segala arah.

Yoga termenung dalam diam, terbayang kerja keras ibunya di kota. Namun sekali lagi, tidak ada tindakan berarti yang diambilnya. Dia selalu terlena dalam zona nyaman, Circle teman yang kecil serta menghabiskan sebagian besar hari-harinya di rumah dan minim sosialisasi.
Kiranya itulah gambaran diri yoga yang terkadang diapun merasa tidak berguna sama sekali.

Sedang nikmatnya merenung, yoga tersentak mendengar pintu depan digedor begitu keras diiringi suara wanita yang sangat familiar.

"Ga! Lagi ngapain sih!?" Sambil tetap menggedor.
"Bentar yu, sampai kaget aku." Sahut yoga mendekati pintu.

Yoga membuka pintu, terlihat siluet wanita bersama semburat jingga. Wanita cantik, dengan rambut sebahu, kulitnya putih langsat, hidungnya tidak begitu mancung juga tidak pesek, matanya sendu bersinar.
Wanita yang selalu dinanti yoga di kala senja hari.
Masih memakai seragam kasir minimarket dan membawa tas selempang.
Dialah ayu, teman Yoga sejak kecil, dia selalu ada saat Yoga senang maupun susah.
Umur mereka terpaut dua tahun, saat ini Yoga berumur 23 tahun dan ayu lebih muda dua tahun.

Ayu adalah seorang kasir salah satu minimarket di desanya. Setiap pulang kerja sift siang dia selalu menyempatkan mampir kerumah Yoga untuk membantu merapikan rumah.
Orang tuanya juga sangat menyayangi Yoga seperti putra sendiri.

"Ya ampun yoga! Kok selalu berantakan gini sih!?" Sambil menjambak rambut Yoga.

"Aduh! Sakit yu! Aku udah cuci piring banyak kok tadi, lepasin dong." Jawab Yoga memelas.

"Emangnya cukup cuci piring doang?" Ayu melepaskan jambakanya lantas menoyor kepala yoga.

"Aduh! Maaf yu, aku khilaf tadi, soalnya abis berantem ama dewi."

"Kenapa lagi?" Tanya Ayu penasaran.

"Biasalah." Yoga duduk kembali di sofa ruang tamu.

"Hmmm, ya lagian kamu bukanya cari kerja malah santai-santai terus." Jawab ayu.

"Udahlah diem! Bawel!" Yoga meraih remote dan menyetel TV.

"Oke deh, oke." Ayu mengalah.

Ayu berjalan menuju dapur sambil meraih sapu yang tergantung di tembok, lantas mulai menyapu lantai, mengambi bungkus-bungkus mie instan, serta merapikan seisi rumah. Bahkan kamar Yoga pun dirapikanya dengan cekatan.
Dia seperti tidak memperdulikan rasa lelahnya bekerja seharian.

"Yu, udahlah nanti aja aku yang rapiin semua." Kata yoga.

"Omong doang kamu mah, kalo aku nggak kesini, satu bulan juga nggak bakal disentuh ini kerjaan rumah." Jawab Ayu sambil masih menyapu.

"Terserah deh." Timpal yoga. "Udah makan yu?"

"Udah kok, tadi mampir ke rumah sekar sekalian numpang makan."

Tak lama ayu selesai menyapu dan merapikan rumah, Dia berjalan menghampiri Yoga dan duduk disampingnya.

"Capek?" Yoga meledek.

"Capek lah, abis kerja pula." Mengelap keringat.

"Udah dibilang nggak usah, nanti aku yang rapiin, ngeyel sih." Dengan mata tertuju ke TV.

"Kamu yang rapiin?" Ayu Menahan tertawa.

"Kan ngeledek." Tanpa menengok ke arah ayu.

"Hmm, nggak papa kok ga, Bapak ama Ibuku juga yang nyuruh aku bantuin kamu beres-beres rumah." Jelas ayu.

"Aku jadi nggak enak banget, udah jarang kerumahmu buat sekedar nengokin Bapak Ibumu, padahal mereka baik banget" Menatap mata Ayu.

"Halah, santai bro." Timpal ayu. "Traktir bakso dong." Tambahnya.

"Enak aja, minta aja tuh ama pacarmu!" Tolak Yoga.

"Awas kamu ya!", "Aku pulang dulu Ga, lagian kamu diajak ngobrol malah nonton TV." Mengambil tasnya lantas berjalan menuju pintu.

"Hati-hati Yu." Yoga melambaikan tangan.

"Oke." Jawab ayu.

Ayu berjalan santai di gang yang biasa ia lewati, sambil tersenyum ramah kepada penduduk sekitar yang ditemuinya.
Jarak dari rumah Yoga ke rumahnya tidak begitu jauh, dan lebih nyaman ditempuh dengan jalan kaki.
Sementara maghrib sudah hampir menelan mentari, penduduk yang tadinya bersantai di teras kembali masuk ke dalam rumah masing-masing.
Suara sholawatan dari mushola-mushola berkumandang dengan pasti mengetuk sanubari.
Angin berhembus mulai terasa amat dingin.

Sampailah ayu pada rumah kecil bercat hijau, bergaya setengah tradisional, dengan atap seng gelombang. Di samping kirinya adalah kebun tomat, sementara di samping kanannya berjajar barisan pohon singkong yang lumayan rimbun.

Terlihat lelaki paruh baya duduk di teras rumah tersebut, memakai baju koko dan sarung, serta berkopiah. Kumisnya tebal, badanya tinggi kekar, kulitnya legam akibat pancaran sinar matahari yang menatapnya saat bekerja di ladang. Dia tak lain adalah Pak Heru, Bapak Ayu.
Sambil tersenyum, disambutlah putrinya dengan hangat.

"Assalamu'alaikum." Mencium tangan bapaknya.

"Wa'alaikum salam, kok baru pulang nduk?" Sambil tersenyum.

"Tadi mampir dulu ke rumah sekar, udah makan di sana pak. Terus habis itu mampir ke rumah Yoga." Jawabnya.

"Oh, gitu. Si Yoga sehat-sehat aja kan nduk? Kok nggak pernab kelihatan?" Menatap serius.

"Sehat kok pak, paling rumahnya aja yang berantakan seperti biasa, makanya tadi Ayu sekalian mampir bantuin beres-beres." Jelas ayu.

"Oh, syukur alhamdulillah." Jawabnya lega.

"Udah mau maghrib lho pak, bapak nggak ke mushola kah?" Ucap ayu mengingatkan.

"Iya, ini udah siap-siap mau berangkat nduk." Merapikan kopiah.

Ayu mencium tangan bapaknya lagi dan masuk ke dalam rumah. Membuka pintu di samping ruang tamu yang tak lain adalah pintu kamarnya.
Digantungkanya tas pada paku yang tertancap di tembok kamar, diraihnya handuk, lantas berjalan ke belakang dan masuk kamar mandi.

Sementara itu, Ibu Ayu juga sudah bersiap untuk berangkat ke mushola. Memakai mukena dengan sajadah di bahu kanannya. Sambil mencari sandal dipanggilnya Ayu.

"Yu! Kamu lihat sandal Ibu nggak?" Ucapnya sedikit keras.

"Ini ayu pakai bu!" Jawab Ayu diiringi suara siraman air.

"Kok pakai sandal ibu? Sandalmu ke mana?" Sambil mendekat ke pintu kamar mandi.

"Nggak tahu bu, dari semalem dicari nggak ketemu." Jawab Ayu.

"Yaudah lah, ibu pake sandal bapak aja." Ibu Ayu berjalan terburu-buru, dan mengambil sepasang sandal yang tersimpan di rak sandal.

Ayu selesai mandi dan berwudu. Kemudian segera memakai mukena dan menunaikan sholat mahhrib di kamarnya. Sudah tidak sempat untuk menyusul ke mushola, meskipun tidak begitu jauh jaraknya.

Selesai sholat, ditataplah foto berpigura di atas meja kamarnya, foto kecil bersama Yoga dan keluarga mereka berdua yang begitu dekat seperti saudara meskipun tidak ada ikatan darah.
Dengan raut wajah sedih dan khawatir diraihlah foto tersebut dan kembali ditatapnya.
Tak terasa air mata menetes membasahi pipinya yang kemerahan.


No comments:

Post a Comment

20 Best Games For Low-End PC | Part 2